PALUTA WAHANA NEWS ,Gunung Tua – Pemerhati Dan Aktivis pembangunan desa Di Kabupaten Padang lawas Utara, (Paluta)Panda Siregar, angkat bicara mengenai polemik penggunaan dana desa untuk kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek). Menurutnya, banyak masyarakat mendesak agar alokasi dana desa untuk BIMTEK dihapuskan, lantaran dinilai tidak efisien, kurang transparan, dan minim dampak nyata bagi masyarakat desa.
“Asal usul tuntutan ini jelas, karena biaya Bimtek terlalu besar, sementara manfaatnya hampir tidak dirasakan oleh masyarakat,” kata Panda Siregar kepada wartawan, Minggu (27/4/2025) sore.
Baca Juga:
Gagal Berangkat! Polairud Gagalkan Penyelundupan 7 PMI Nonprosedural di Batam
Panda menjelaskan, dana desa seharusnya digunakan untuk pembangunan fisik dan pemberdayaan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, atau program pengentasan kemiskinan. Namun, anggaran untuk Bimtek, yang meliputi biaya transportasi, akomodasi, konsumsi, hingga honor narasumber, kerap mencapai puluhan juta rupiah per kegiatan.
“Kalau kita lihat di lapangan, sering sekali Bimtek ini hanya bersifat seremonial. Tidak ada perubahan yang nyata setelah peserta pulang dari pelatihan,” tambahnya.
Lebih jauh, Panda juga mengungkapkan adanya indikasi praktik korupsi dan mark-up dalam pelaksanaan Bimtek.Ia menyebut biaya hotel, honor narasumber, dan transportasi kerap tidak sesuai dengan harga sebenarnya di lapangan.
Baca Juga:
Pieter Zulkifli: Seruan Lengserkan Gibran Cuma Drama Politik yang Bikin Gaduh
“Ini memperparah masalah. Dana desa yang seharusnya diserap untuk rakyat, justru bocor di kegiatan-kegiatan seperti ini,” ujarnya.
Selain itu, proses pengadaan Bimtek dinilai kurang transparan. Diduga tidak Di musdeskan Banyak masyarakat yang tidak mengetahui besaran anggaran, siapa penyelenggaranya, hingga tujuan spesifik kegiatan. Akibatnya, kecurigaan terhadap modus “menghabiskan” dana desa melalui Bimtek makin menguat.
Panda juga menyoroti kurangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan ini. Ia mengatakan bahwa Bimtek biasanya hanya diikuti oleh perangkat desa. Keluarga Kepala desa atau kelompok tertentu, tanpa melibatkan masyarakat luas dalam perencanaan maupun evaluasinya.